Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Yogyakarta: Perluasan Sasaran Bergantung pada Kesiapan Daerah
Yogyakarta – Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menyatakan bahwa perluasan sasaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepenuhnya bergantung pada kesiapan daerah masing-masing. Hasan menjelaskan bahwa kebijakan Kota Yogyakarta yang mewajibkan siswa membawa bekal dari rumah sebagai pengganti MBG, diperbolehkan. Negara, lanjutnya, tetap memiliki kewajiban memberikan pelayanan makan bergizi gratis.
Evaluasi tersebut disampaikan Hasan usai melakukan peninjauan terhadap pelaksanaan MBG di SDN Sinduadi Timur, Kecamatan Mlati, Sleman, DIY, pada Jumat (17/1/2024). Dalam peninjauan tersebut, Hasan didampingi oleh Komandan Kodim 0732/Sleman, Letkol Inf Mohammad Zainollah. Hasan menjelaskan bahwa pelaksanaan MBG di Sleman sudah memasuki gelombang kedua yang dimulai pada 13 Januari, sementara gelombang pertama dimulai pada 6 Januari 2024.
Antusiasme Siswa Terhadap MBG
Dari hasil peninjauan, Hasan menyatakan bahwa antusiasme siswa sangat tinggi. Mereka terlihat antusias menikmati berbagai menu yang disajikan, seperti ayam, tahu goreng tepung, sayur, dan susu. Hasan mengungkapkan bahwa sayur yang disajikan habis cepat, hal ini dianggap sebagai edukasi positif untuk mengajarkan anak-anak mengenai pentingnya makan sehat.
Hasan menilai bahwa pelaksanaan MBG di Sleman sudah berjalan dengan baik. Hal ini berkat evaluasi dan perbaikan yang dilakukan setelah gelombang pertama. Meskipun pelaksanaan MBG di Yogyakarta terkesan terlambat, terutama dengan Sleman yang lebih dahulu melaksanakan pada 13 Januari, Hasan menegaskan bahwa hal tersebut sepenuhnya bergantung pada kesiapan daerah.
Kesiapan Daerah Menentukan Perluasan Program MBG
Hasan menjelaskan bahwa setiap minggu titik-titik dapur MBG akan bertambah sesuai dengan kesiapan daerah. Begitu daerah siap dan diverifikasi oleh Badan Gizi Nasional (BGN), program MBG dapat segera dilaksanakan. “Begitu ada titik yang siap dan diverifikasi, mereka bisa langsung melaksanakan program ini,” ungkap Hasan.
Mengenai kebijakan yang diterapkan Kota Yogyakarta yang mewajibkan siswa membawa bekal makan siang, Hasan menegaskan bahwa hal tersebut tidak harus dicontohkan, meskipun daerah atau sekolah bisa melakukan inovasi sesuai kebutuhan. “Jika daerah atau sekolah ingin menyediakan sendiri makan siang, itu dipersilakan. Yang penting adalah negara tetap berkewajiban memberikan makan bergizi gratis,” paparnya.
Evaluasi Pasca Kasus Keracunan di Karanganyar
Hasan juga menyampaikan evaluasi pasca-kejadian keracunan yang melibatkan 40 siswa di Karanganyar, yang disebabkan oleh menu MBG. Ia menegaskan bahwa kejadian tersebut akan menjadi bahan evaluasi untuk memperkuat Standar Operasional Prosedur (SOP) BGN. Selain itu, sampel makanan dari program MBG sedang diperiksa oleh Dinas Kesehatan setempat. “Kami berharap kejadian serupa tidak terulang. BGN akan terus mengevaluasi dan meningkatkan kebersihan serta higienisasi dalam penyajian makanan,” tambahnya.
Program MBG di Sleman Terus Berkembang
Sejak dimulainya pelaksanaan MBG di Sleman, program ini telah menyasar 15 sekolah yang tersebar di Kecamatan Mlati, Depok, dan Condong Catur, dengan total 2.998 siswa yang menjadi sasaran. Komandan Kodim 0732/Sleman, Letkol Inf Mohammad Zainollah, menjelaskan bahwa penyediaan makan MBG dikelola oleh dapur sehat yang berlokasi di Kentungan, Sinduadi, dan telah berkoordinasi dengan Pemkab Sleman serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dengan semakin berkembangnya program MBG di Sleman dan daerah lainnya di DIY, diharapkan program ini dapat terus meningkatkan kesejahteraan siswa dan memperkuat pola makan bergizi bagi masyarakat, terutama anak-anak.